Home » » 2011-06-07T16:21:25.740-07:00

2011-06-07T16:21:25.740-07:00


Pada zaman kerasulan Isa as, banyak terjadi kerusakan karena ulah kaisar Romawi yang zalim. Kelaparan dan kemiskinan merajalela di negeri Palestina. Berbagai cara dilakukan oleh rakyat, terutama para miskin, untuk melawan kelaparan dan kemiskinan itu. Seorang ayah dan ibu terpaksa menjual anaknya seperti menjual pisang goreng. Perampokan, pembunuhan, dan penganiayaan tak mengenal peri kemanusiaan lagi. Sementara Nabi Isa menyampaikan da'wahnya kepada rakyatnya, tentara Romawi selalu mengejar-ngejarnya.
 
Sekali-sekali Nabi Isa mengumpulkan orang-orang miskin itu dan kepada mereka dibagikan roti dan gandum. Namun tak urung mereka digusur dan dianiaya oleh orang-orang Romawi. Kehidupan rakyat sudah tak menentu. Laki-laki banyak meninggalkan rumah entah kemana, dan pelacuran pun tumbuh di mana-mana. Orang perlu mempertahankan dirinya dari kelaparan.
 
Suatu ketika terlihat seorang perempuan muda berjalan terseok seolah menahan rasa letih. Sudah terlalu jauh ia menyusuri sepanjang jalan sekedar untuk sesuap nasi. Menawarkan diri kepada siapa saja yang suka, walau dengan harga murah. Perempuan muda itu kelihatan lebih tua dibandingkan dengan usianya. Wajahnya kuyu diguyur penderitaan yang panjang. Ia tidak punya orang tua, kerabat atau sanak saudara lainnya. Orang-orang sekeliling menjauhinya. Bila bertemu dengan perempuan itu, mereka seolah jijik kepadanya.
 
Namun ia tidak peduli. Pengalaman dan penderitaan mengajarinya untuk tabah. Ia berjalan dan berjalan seolah tak ada ujungnya. Ia tak pernah yakin bahwa perjalanan itu akan berakhir. Panas membakar dirinya. Entah sudah berapa mil hari itu ia berjalan, namun tak seorangpun mendekatinya. Lapar dan haus lama menyerangnya. Napasnya tersendat-sendat. Betapa hausnya ia,... Betapa....
Akhirnya sampailah ia di sebuah desa yang sunyi. Desa itu sedemikian gersangnya, sehingga tak seutas rumputpun tumbuh. Perempuan lacur itu memandang ke arah kejauhan. Matanya nanar melihat debu yang berkepulan di udara. Kepalanya mulai terasa terayun dibalik kesuraman wajahnya.
 
Dalam pandangan dan rasa haus, ia melihat sebuah sumur di batas desa yang sepi itu. Sumur itu ditumbuhi rerumputan dan ilalang kering yang sudah rusak di sana-sini. Pelacur itu berhenti di tepinya sambil menggeletakkan badannya yang letih. Rasa hauslah yang membawanya ke tepi sumur tua itu.
 
Sesaat ia jengukkan kepalanya ke dalam sumur. Tak tampak apa-apa, hanya sekilas bayangan air memantul dari permukaannya. Mukanya menyemburat, tetapi bagaimana harus mengambil air dari dalam sumur yang curam itu? Perempuan itu kembali terduduk.
 
Tiba-tiba ia melepaskan stagennya yang mengikat perutnya, lalu dibukanya sepatunya sebelah. Sepatu itu diikatnya dengan stagen lalu dijulurkannya ke dalam sumur. Ia mencoba mengais air sepercik saja dengan sepatunya. Betapa hausnya, betapa dahaganya.
 
Air tercabik. Ia mengangkat stagen itu perlahan, agar air tidak tumpah. Namun tiba-tiba ia merasa ujung kainnya ditarik-tarik dari belakang. Ketika ia menoleh, seekor anjing dengan lidah yang menjulur ingin masuk ke dalam sumur itu. Si pelacur tertegun melihat anjing yang tengah kehausan itu, sementara tenggorokannya sendiri hampir terbakar kehausan.
 
Sepercik air kotor sudah ada dalam sepatu. Kemudian ketika ia akan mereguknya, anjing itu mengibas-ngibaskan ekornya sambil merintih-rintih pelan. Pelacur itu mengurungkan niatnya untuk mereguk air tsb. Dielusnya kepala binatang itu dengan penuh kasih. Si anjing memandangi air dalam sepatu. Kemudian perempuan itu meregukkan airnya ke dalam mulut anjing itu. Air ludes dan perempuan itupun terkulai roboh sambil tangannya masih memegangi sepatu.
Demi melihat perempuan itu tak bernafas lagi, si anjing menjilat-jilat mukanya seolah-olah merasa menyesal telah mereguk air yang tadinya akan direguk perempuan itu. Pelacur itu benar-benar sudah tiada.
 
Para malaikat turun ke bumi menyaksikan jasad sang pelacur. Malaikat Raqib dan Atid sibuk mencatat-catat, sementara malaikat Malik dan Ridhwan saling berebut. Malik, sang penjaga neraka, hendak membawa perempuan lacur itu ke neraka. Sedangkan Ridhwan penjaga surga, hendak mempertahankannya. Ia ingin membawanya ke surga. Akhirnya persoalan itu dihadapkan kepada Allah.
"Ya, Allah. Sudah semestinya perempuan itu dimasukkan ke dalam neraka, karena sepanjang hidupnya ia menentang-Mu," kata Malik.
 
"Tidak!" sanggah Ridhwan. Kemudian Ridhwan berkata kepada Allah, "Ya, Allah, bukankah hamba-Mu si pelacur itu termasuk seorang wanita yang ikhlas melepaskan nyawanya daripada ia melepaskan nyawa anjing yang kehausan, sementara ia sendiri merasakan kehausan yang amat sangat?"
 
Mendengar tutur Ridhwan itu, Allah berfirman, "Kau benar, wahai Ridhwan. Wanita itu telah menebus dosa-dosanya dengan mengorbankan nyawanya demi makhluk-Ku yang lain. Bawalah ia ke surga. Aku meridhoinya."
 
Seketika malaikat Malik terpana mendengar itu dan malaikat Ridhwan bergembira. Ia membawa hamba Allah itu memasuki surga. Lalu bergema suara takbir. Para malaikat berbaris memberi hormat kepada hamba Allah yang ikhlas itu.

Sumber: http://hilabiyus.multiply.com/journal/item/60

Dasam Syamsudin 08 Jun, 2011


--
Source: http://cinta-syamsudin.blogspot.com/2011/06/pada-zaman-kerasulan-isa-as-banyak.html
~
Manage subscription | Powered by rssforward.com

ARTIKEL TERKAIT:

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Vixazi - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger