Home » » NII Beradaptasi sebagai Komodifikasi

NII Beradaptasi sebagai Komodifikasi

Praktik penipuan yang dilakukan oleh orang-orang yang mengaku-ngaku sebagai NII (Negara Islam Indonesia) dan tak pernah dibantah oleh NII, jika organisasi itu benar-benar ada dan bisa dijangkau tangan hukum, menunjukkan fenomena terakhir, betapa basis ekonomi tradisional organisasi berbasis agama sudah kian kehilangan kemampuannya, lalu melakukan adaptasi dengan komodifikasi (menjadi komoditas) agama. Pengikutnya bergabung bukan karena militansi keyakinan, melainkan mencari persentase keuntungan.
Demikian pendapat Guru Besar Filsafat dan Islam Universitas Muhammadiyah Malang Prof Dr Syamsul Arifin dalam percakapan di ruang kerjanya, Jumat (29/4/2011) malam.
Organisasi berbasis apalagi yang sudah tumbuh sejak awal kemerdekaan seperti NII, katanya, sebelumnya menggunakan sumber-sumber ekonomi tradisional seperti pertanian, perkebunan, kehutanan. Tidak beda misalnya dengan pondok pesantren yang membiayai ekonominya dari sumber-sumber pertanian, seperti ternak kambing di Blitar dan ternak jangkrik di Malang selatan.
“Studi tentang pola ekonomi ini penting sebab akan bisa digunakan untuk menemukan model gerakan keagamaan yang dikembangkan sebagai model dakwah atau model aksi . Bandingkan misalnya dengan gerakan klandestin teroris, katakanlah yang dilakukan Azahari dan Nurdin M Top termasuk Amrozi (ketiganya sudah tewas, yang mendasarkan sumber dana aksinya dari perampokan). NII mutakhir ini, berbeda dengan pondok pesantren dan kelompok teroris,” kata Syamsul yang mengajar Sosiologi Agama.
Menilik penipuan bisa berlangsung masif, terjadi di banyak kota di Indonesia, maka bisa disebut telah muncul model gerakan baru. Para orang yang direkrut akan menjadi perekrut tentu bukan semata ideologi, melainkan ada pembagian keuntungan atau dana yang dikumpulkan.
Sepatutnya pemerintah dan aparat kepolisian bisa menebak, akan ke arah mana model perekrutan gaya NII ini akan mengarah. Menurut Syamsul, patut diketahui uang sebanyak itu, dari setiap anggota yang direkrut bisa diperoleh belasan hingga puluhan juta rupiah, akan digunakan untuk apa. Jika tidak benar-benar digunakan untuk mendirikan negara Islam, mestinya bisa diperiksa tumpukan modalnya dalam bentuk aset-aset apa saja.
Bisa saja, kemudian mengalir untuk politik atau untuk kekerasan, meski mungkin saja hanya untuk kesejahteraan segelintir elit gerakan ini. Patut diketahui pula, siapa akar di balik NII sehingga seolah-olah tidak tersentuh oleh aparat, meski keberadaan fisiknya sebenarnya sangat jelas, yang disebut-sebut berada di Kandanghaur, Jawa Barat.
Seperti ungkapan aparat kepolisian selama ini, termasuk saat teror bom masjid Cirebon, bahwa negara dan polisi harus menang melawan teroris. “Maka, negara dan polisi harus menang terhadap NII ini,” tutur pengajar yang aktif dalam berbagai diskusi dialog antarumat ini.

ARTIKEL TERKAIT:

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Vixazi - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger